Minggu, 10 Juni 2012

Wisata Budaya Rinding Gumbeng

Rinding Gumbeng adalah salah satu kesenian tradisional khas Yogyakarta, khususnya Gunung Kidul. Kesenian ini menjadi cermin kehidupan masyarakat Gunung Kidul yang dikenal sederhana, ulet, serta dekat dengan alam. Kesederhanaan inilah yang selalu tampak dari setiap pagelaran Rinding Gumbeng. Meskipun terkesan sederhana pada alat dan para pemainnya, kesenian Rinding Gumbeng menyajikan alunan musik yang khas, indah, melodius, serta dinamis nan ekspresif.rindinggumbeng

Kesenian Rinding Gumbeng merupakan seni musik yang dimainkan oleh sebuah grup seni musik tradisional, biasanya terdiri dari 6 penabuh gumbeng, 6 peniup rinding dan 3 penyanyi perempuan yang disebut penyekar. Alat musik rinding dan gumbeng adalah seperangkat alat musik yang dibuat dari bahan bambu. Sementara itu, para pemain Rinding Gumbeng memakai kostum yang sangat sederhana. Para penabuh Gumbeng dan peniup Rinding biasanya hanya mengenakan baju dan celana warna hitam dengan ikat kepala dari kain batik dan penyekarnya mengenakan baju kebaya khas petani desa dengan kain luriknya. Seni musik tradisional inipun oleh warga Gunung Kidul dijadikan sebagai tradisi ritual setelah panen.

Rinding Gumbeng sebagai sebuah tradisi kesenian asli rakyat Gunung Kidul memang dipercaya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem bertani masyarakatnya. Sejak warga gunung Kidul mulai mengenal tradisi bercocok tanam sebagai ciri khas masyarakat agraris, kesenian ini telah mulai diperkenalkan oleh mereka sebagai wujud syukur atas hasil panen yang telah diperoleh. Meskipun demikian, tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kesenian Rinding Gumbeng ada dan resmi dilegitimasikan sebagai sebuah kesenian asli Gunung Kidul sehingga terus berusaha ditransmisikan pada setiap generasi.

Dalam sejarahnya, kesenian ini dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mendatangkan sosok imajiner Dewi Sri. Dalam teosofi masyarakat Jawa Kuno yang kental dengan nuansa mistik dan kebatinan, sosok imajiner Dewi Sri merupakan salah satu gambaran tentang sosok dewa yang dipuja sebagai sang penjaga padi. Melalui Rinding Gumbeng, masyarakat Jawa Kuno yakin bahwa Dewi Sri akan terhibur dan bahagia sehingga kelak akan memberi mereka hasil panen yang lebih melimpah. Ketika itu, masyarakat membawa hasil panen pilihan untuk dipersembahkan kepadanya. Hasil panen tersebut diarak secara meriah untuk berkeliling kampung serta diiringi seperangkat alat musik, berupa Rinding Gumbeng.

Dewasa ini, Rinding Gumbeng tidak hanya ditampilkan sebagai sebuah ritual tradisional warga Gunung Kidul, seperti tradisi upacara adat nyadran di Hutan Wonodadi. Sebagaimana dikatakan oleh salah satu pemimpin grup Rinding Gumbeng di wilayah Duren Beji, Ngawen Gunung Kidul bernama Sudiyo, kesenian ini berkali-kali juga dipentaskan dalam ajang festifal bertaraf propinsi maupun nasional dengan tujuan agar terus dapat bertahan dan berkembang. Bahkan, kesenian ini sekarang telah banyak dimodifikasi dengan berbagai tambahan karakter musik. Meskipun demikian, Rinding Gumbeng tetap berusaha mempertahankan ciri khasnya sebagai seni musik tradisional Apabila dahulu Rinding Gumbeng hanya dijadikan sebagai pengiring lagu-lagu tradisional, sekarang bisa mengiringi beberapa jenis lagu, seperti : lagu dangdut, keroncong maupun campur sari.

kisah seorang pengamen kecil


Ini merupakan cerita di sela-sela kegiatan aku KP di Gresik. Seharian aku dan kedua temanku KP di Petro membuat kami ingin berjalan-jalan menikmati indahnya kota Gresik. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan ke alun-alun kota Gresik. membandingkan dengan alun-alun kota Nganjuk apakah sama. Ternyata ga jaun beda, di Nganjuk alun-alun nya sudah tidak ada pedagang kaki lima. Sedangkan di Gresik alun-alunnya masih ramai dipenuhi oleh pedagang kaki lima, mulai dari penjual bakso, Pentol, es dengan beraneka macam rasa, jagung bakar dengan beraneka macam rasa juga (coba bayangkan jagung bakar rasa stroberry ma cokelat, wuihhh..) dan krupuk upil dengan sambal tepungnya…

pengunjung malam itu juga sangat ramai mulai dari anak-anak, orang tua dan juga para muda mudi. pengamen pun banyak berkeliaran juga para pengemis. di tengah-tengah kami asyik ngobrol ternyata datanglah seorang pengamen. jika pengamen tersebut adalah para pemuda ato ibu-ibu tidak menjadi masalah. karena sebelumnya ada pengamen yang datang mengamen yaitu 2 orang pemuda dengan tampang sangar. pengamen ini adalah pengamen kecil berumur sekitar 3 atau 4 tahun. dengan badan kurus, kulit kecokelatan kotor tak terurus, pakaian lusuh dan gigi kecokelatan. tak lupa dia membawa alat mengamen berupa “ecek-ecek” yang terbuat dari susunan tutup cocacola. Dengan sedikit senyuman, sedikit rengekan dan ada nada memaksa dia meminta uang sebanyak 1000 rupiah
saya pribadi begitu kaget dengan sosok kecil dihadapan saya. gimana tidak dengan umur yang masih begitu kecil, namun dia sudah diajari untuk meminta-minta dengan paksaan lagi. wuihhh… coba bayangkan, apa anda sekalian tidak miris dengan kejadian tersebut. berikut ini cuplikan kami berempat dan gadis kecil pengamen tersebut :
gadis kecil : ‘ mbak…minta uangnya!’
ryan : ‘minta uang berapa ?’
gadis kecil : ’1000…, ayo dunk!!!’
(kami berempat saling berpandangan kaget)
ryan : ‘adek disini sama sapa?’
(gadis kecil itu masih diam, kelihatannya ragu untuk menjawab tapi masih memandang kami)
wiwid : ‘dek, disini sama sapa?’
gadis kecil : ‘sama mbak…’
wiwid : ‘mbak nya dmana?’
gadis kecil : ‘disana low…’ (sambil menunjuk salah satu sudut alun-alun)
ryan : ‘ok, kamu akan aku kasih uang tapi kamu harus kasih tau namamu dulu ya. Nama mu sapa?’
(gadis kecil itu terdiam, ragu untuk menjawab. Namun kami tetap mendesak dia untuk kasih tau namanya sapa)
puti : ‘adek namanya sapa?’
ryan : ‘ayo dek, mau nggak uang katanya minta uang. ga boleh bo’ong lo namanya sapa?’
gadis kecil : ‘putri…’
ryan : ‘bener ne putri?’
gadis kecil : ‘ratu…’
ryan : ‘loh…yang bener dunk putri apa ratu?’
gadis kecil : ‘ratu…!!!’
puti : ‘kalo bo’ong ntar ga dikasih uang loh… namanya putri ato ratu?’
gadis kecil : ‘putri…putri…!!!’
wiwid : ‘bener putri…..’
ryan : ‘putri apa ratu?’
gadis kecil : ‘putri…’
kemudian kami memberinya uang 1000 rupiah namun dalam bentuk uang receh 500an 2 buah. kemudian dia protes. katanya kok gitu uangnya. lalu dia mengeluarkan uang 1000 berbentuk kertas lembaran. katanya uang 1000 tu seperti ini ga kayak yang kami kasih.
kami bener-bener kaget melihatkenyataan ini, anak yang masih begitu kecil namun sudah diajari ngamen dan meminta-minta dengan cara seperti itu. coba anda bayangkan bagaimana jika itu anak anda…. saya dai berpikir apakah anak tersebut masih mempunyai orang tua. Namun kelihatannya tidak, paling anak tersebut diorganisir oleh sekelompok orang yang tidak berperikemanusiaan dengan memanfaatkan anak kecil tersebut untuk mencari uang. sungguh masyarakat kita berada pada kemiskinan moral………
bagaimana pendapat anda jika melihat kejadian ini

Fungsi Pekerjaan kantor dalam organisasi

George Terry merumuskan pengertian pekerjaan perkantoran itu sebagai berikut: “Pekerjaan perkantoran meliputi penyampaian keterangan secara lisan dan pembuatan warkat-warkat tertulis dan laporan-laporan sebagai cara untuk meringkas banyak hal dengan cepat guna menyediakan suatu landasan fakta bagi tindakan kontrol dari pimpinan”.
William Leffingwell dan Edwin Robinson menerangkan bahwa “Pekerjaan perkantoran berkenaan dengan warkat-warkat dari badan usaha-pembuat warkat-warkat, pemakaian warkat dan pemeliharaannya guna dipakai untuk mencari keterangan dikemudian hari. Warkat ini mungkin merupakan sejarah dari pelaksanaan urusan-urusan badan usaha itu sebagaimana digambarkan oleh daftar-daftar perhitungan, surat-menyurat, surat perjanjian, surat pesanan, laporan dan segala macam nota yang tertulis dan tercetak”.
Littlefield dan Peterson menerangkan bahwa setiap pekerjaan kantor dalam sebuah organisasi dalam dewasa ini mempunyai segi-segi pekerjaan perkantoran atau pekerjaan kertas. Dalam kebanyakan pekerjaan-pekerjaan segi ini hanyalah sebagai akibat saja dari aktivitas pokok yang dapat berupa produksi, penjualan, keuangan, pembelian, kepegawaian, teknik atau salah satu dari banyak pekerjaan lainnya.
Sedangkan Coleman Maze menerangkan bahwa kantor tatausaha dulu dianggap tidak lebih daripada titik temu dari tatahubungan ke dalam dan keluar yang hanya mampu kadang kala mengirim beberapa surat dan menyiapkan warkat-warkat yang tidak mempunyai nilai praktis. Sedangkan saat ini tatausaha merupakan suatu hal yang sangat penting  dan tanpa tatausaha roda-roda perusahaan maupun instansi pemerintah atau swasta tidak dapat berjalan.
Dalam garis besarnya tatausaha mempunyai 3 peranan pokok, antara lain sebagai berikut:
1.    Melayani pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan operatif untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi.
2. Menyediakan keterangan-keterangan bagi pucuk pimpinan organisasi supaya dengan mudah mengambil keputusan atau dapat melakukan tindakan yang tepat jika perusahaannya sedang menghadapi masalah.
3.    Membantu melancarkan perkembangan organisasi sebagai suatu keseluruhan.
(Gie, The liang, 2007: Hal 13-20)
( Gie, The Liang. 2007. Administrasi Perkantoran Modern Edisi Keempat – Dengan Tamabahan. Yogyakarta: Liberty)

Fungsi dari pekerjaan kantor pada prinsipnya adalah memberikan layanan informasi dan perekaman dalam bidang jasa-jasa perkantoran untuk mencapai tujuan organisasi. Mills menjabarkan fungsi pekerjaan kantor menjadi delapan yaitu :
1.    Menerima informasi
Contoh dari bentuk informasi yang umumnya diterima adalah surat, panggilan telepon, pesanan faktur dan laporan mengenai berbagai kegiatan bisnis.

2.    Merekam informasi
Tujuannya adalah agar informasi dapat disiapkan segera apabila manajemen memintanya. Contoh bentuk rekaman operasi yaitu korespondensi, pesanan dan faktur.
3.    Mengelola informasi
Yaitu memastikan agar informasi yang diterima benar dan akurat.
4.    Mengatur informasi
Kantor bertanggungjawab mensuplai informasi dalam bentuk yang paling baik dalam melayani manajemen. Contohnya adalah penyiapan faktur, penetapan harga, laporan statistik, laporan keuangan, dan laporan – laporan pada umumnya.
5.    Memberi informasi
Kantor memberikan informasi dari rekamannya bila manajemen meminta. Informasi yang dibagikan dapat bersifat rutin, maupun khusus dapat secara lisan maupun tertulis. Contohnya pesanan, anggaran faktur, laporan keuangan.
6.    Melindungi aset
Mengamati secara cermat urusan dalam perusahaan seperti menjaga keakuratan rekaman dan memperingatkan manajemen mengenai apa saja yang tidak menguntungkan yang mungkin terjadi.
7.    Menyimpan informasi
Kantor harus menyimpan informasi yang diterima dengan baik agar mudah dicari apabila manajemen membutuhkannya.

BUDAYA BERSIH DESA



Manusia dan alam merupakan satu kesatuan. Hubungan dua elemen itu, seakan tak bisa lepas satu sama lain. Hubungan simbiosis keduanya pun menjadi keniscayaan. Namun, dalam perkembangan manusia modern, alam seakan menjadi objek untuk meneguhkan dan meneruskan kehidupan manusia. Alam yang rusak, sampah dimana-mana, berimplikasi kepada banyaknya bencana alam yang memakan banyak korban jiwa. Disinilah diperlukan kesadaran ekologis manusia untuk paham dengan alam. Manusia yang secara sadar peduli dengan alam. Yang menarik adalah, masyarakat kita, dahulu begitu menghargai alam. Hal ini terbukti dengan adanya ritual bersih desa, sebagai bentuk atau wujud penghormatan manusia terhadap alam.
Yang menarik, menurut Frans Magnis Suseno, relasi kehidupan masyarakat jawa dengan alam terbina erat. Kehidupan masyarakat jawa, bermula dari alam. Hal ini terbukti dengan mata pencaharian masyarakat yang erat kaitannya dengan alam, katakan saja seperti Petani, peternak. Petani hidup dari alam. Para petani mengolah alam, untuk menghasilkan bahan makanan.
Lalu, kehidupan yang selaras ini mampu menguatkan sensifitas spiritual. Masyarakat jawa memang hidup di tengah berbagai simbolisme, sebagai wujud spiritual. Kepercayaan terhadap sesuatu “diluar” manusia inilah yang memunculkan simbol-simbol yang mampu menjaga relasi hubungan manusia dengan alam. Salah satunya ialah ritual bersih desa.
Bersih desa merupakan tradisi turun temurun dalam kebudayaan masyarakat . Di jawa khususnya, ritual bersih desa telah dilakukan berabad-abad lamanya. Ritual bersih desa di jawa merupakan wujud bersatunya manusia dengan alam. Ritual Bersih Desa dapat didefinisikan sebagai wujud rasa syukur warga sebuah desa atas berkat yang diberikan Tuhan kepada masyarakat desa, baik dari hasil panen, kesehatan, dan kesejahteraan yang telah diperoleh selama setahun dan juga sebagai permohonan akan keselamatan dan kesejahteraan warga desa untuk satu tahun mendatang. Ritual Bersih Desa sendiri biasanya dilaksanakan satu kali dalam setahun setelah musim panen tiba dan tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun dari zaman nenek moyang. Hari pelaksanaanya pun tidak sembarangan ditentukan, melainkan ada hari-hari tertentu di dalam kalender Jawa yang merupakan hari sakral untuk melaksanakan Ritual Bersih Desa.
Ritual Bersih Desa tidak selalu sama di setiap daerah atau desa karena memang leluhur yang membawa tradisi tersebut berbeda di setiap daerah. Oleh karena itu upacara adat yang dilaksanakan pun berbeda tergantung pada leluhur siapa yang disakralkan. Hari-hari pelaksanaannya pun berbeda, seperti yang terjadi pada bersih desa di daerah Giwangan, Yogyakarta dengan bersih desa di daerah Sendang Agung, Sleman. Bagi masyarakat desa Giwangan mengadakan bersih desa pada hari atau tanggalan Jawa Pon merupakan suatu pantangan karena merupakan hari meninggalnya Panembahan Senopati, lainnya hal nya dengan masyarakat di desa Sendang Agung yang mempercayai bahwa Jumat Pon adalah hari yang dikeramatkan oleh Ki Ageng Tunggul Wulung sehingga mereka melaksanakan ritual Bersih Desa di hari tersebut. Sesajen dan peralatan yang dipergunakan untuk upacara adat pun berbeda, menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada di daerah masing-masing atau kebutuhan akan hal tersebut yang memang berbeda-beda. Walaupun berbeda namun secara umum tujuan diadakannya ritual dan tahapan pelaksanaannya dapat dikatakan serupa hanya beberapa detail ritual yang disesuaikan dengan daerah masing-masing.
Ritual Bersih Desa sendiri terdiri dari beberapa tahapan, diawali dengan kerja bakti membersihkan lingkungan yang dilakukan oleh seluruh warga desa baik membenahi jalan atau gang-gang, selokan, pos ronda agar terlihat rapi dan bersih. Selain itu biasanya warga juga membersihkan makan-makam yang dianggap keramat, terutama makam-makam leluhur, sosok atau tokoh yang pernah menjadi panutan masyarakat desa tersebut. Tujuan lain adalah untuk membersihkan halangan atau kesusahan yang ada (resik sukerta/sesuker) agar kehidupan seluruh warga tenang dan tenteram.
Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan persiapan upacara adat yang dilaksanakan untuk wujud sukur dan permohonnan kepada Tuhan YME atas kesejahteraan dan kesehatan yang diberikan kepada warga desannya, di daerah lain kegiatan upacara adat ini dilakukan untuk memohon dan berterima kasih justru kepada leluhur dan dilakukan di makamnya atau dirumah juru kunci makamnya. Tempat pelaksanaan upacara pada waktu dulu dilaksanakan di Pendopo, tetapi karena kemajuan jaman tempat semakin terbatas maka pelaksanaan tempat upacara dilakukan di tempat Rois atau Kaum. Kegiatan ini biasanya disertai dengan kirab yaitu iring-iringan yang menyertai perjalanan upacara adat menuju tempat yang dianggap keramat dan dibawa pula sesaji yang berasal dari hasil panen warga desa yang dipersembahkan kepada leluhur sebagai symbol kesejahteraan yang mereka peroleh selama setahun. Adapun sesaji yang menjadi bagian dari kegiatan upacara adat ini akan dibagikan atau diperebutkan oleh warga desa yang percaya bahwa sesaji tersebut bisa mendatangkan berkah. Umumnya sesaji yang dipergunakan seperti
  • Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur
  • Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan pada Yang Maha Agung
  • Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah
  • Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan
  • Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Yang Maha Agung
  • Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya)
  • Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan tumpeng wadon (lambang penghormatan pada leluhur) yang ukurannya lebih kecil
Ritual Besih Desa ini ditutup dengan pegelaran kesenian, biasanya adalah wayang kulit dengan lakon cerita “Makukuhani” atau “Sri Mulih” atau “Sri Boyong” yang mengisahkan legenda Dewi Sri sebagai lambang kemakmuran agar terus bersemayam di desa tersebut.
Sesajen merupakan simbol penghormatan kepada “Gusti”. Sebab, masyarakat jawa percaya dengan kekuatan di luar mereka. Inilah cara pandang kosmos masyarakat jawa. Sesajen, diwujudkan dengan beberapa makanan, sebagai simbol bersyukur kepada alam yang telah memberikan kecukupan.
Jika kita memakai persfektif (sudut pandang) budaya, dalam konsep pelestarian, ritual hajat bumi dilakukan sebagai langkah untuk terus mempertahankan tradisi yang turun temurun diterima warga. Menurut Frans Magnis Suseno, masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang religius. Perilaku kesehariannya dipengaruhi oleh pemikiran spiritualitas. Berada dalam lingkup ruang kosmos. Yang menarik, adalah relasi kehidupan  masyarakat Jawa mempunyai hubungan istimewa dengan alam.
Dalam sejarah kehidupan dan alam pikiran masyarakat Jawa, alam di sekitar masyarakat sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Alam sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat, bahkan dalam mata pencaharian mereka. Sebagai contoh yang sangat sederhana, musim sangat berpengaruh pada mata pencaharian bercocok tanam. Mungkin karena kedekatan masyarakat terhadap alam pula yang menyebabkan berkembangnya pemikiran mengenai fenomena kosmogoni dalam alam pemikiran masyarakat Jawa, yang kemudian melahirkan beberapa tradisi atau ritual yang berkaitan dengan penghormatan terhadap alam tempat hidup mereka.
Dalam kajian kontemporer, hal ini relevan dengan konsep ecoliteracy-nya Fritjof Capra. Menurut Capra, dalam kehidupan modern, masalah ekologi menjadi masalah yang krusial. Paradigma dalam memanfaatkan alam perlu diubah menjadi paradigma bersatu dengan alam. Sebab, menurut Capra, cara pandang yang menganggap alam sebagai objek menjadikan eksploitasi berjalan secara tak terkendali. Akhirnya memunculkan kerusakan ekologi. Keselarasan hidup antara manusia dan alam perlu dijaga.
Nah, itulah kemudian ritual bersih desa menjadi sebuah upaya pelestarian alam. Dengan modal sosial dan budaya yang telah turun temurun, menjadikan ritual bersih desa sangat penting untuk membentuk paradigma Hamemayu Hayuning Buwana.

PROSEDUR KESELAMATAN KERJA

 






1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,


perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
“pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses

c. Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. 

SUMBER :  http://budygaara.blogspot.com/2011/06/pengertian-kesehatan-dan-keselamatan.html